Pukul empat sore Dinda sudah anteng di kamar menyimak siaran radio Fresh Fm. Biasanya minggu sore begini ada program konsultasi cinta dipandu penyiar bernama Julio yang telah ahli di bidangnya. Dinda berencana mengadukan pacar pelitnya ke acara ini, siapa tahu bisa dapat solusi jitu.
Acara sudah dimulai sejak sepuluh menit lalu dan line telepon juga telah dibuka. Dinda berkali-kali menghubungi nomor studio radio, tapi selalu keduluan pendengar lain. Ini acara memang cukup bagus ratingnya. Peminatnya sampai ribuan. Gak heran kalau jempol Dinda hampir terkilir mencet telepon tapi tak juga kunjung terkoneksi.
"Fresh fm met sore, dengan siapa dan di mana?" suara sang penyiar.
"Halo Julio. Ini Aru, di Sudirman," jawab penelepon kesekian, dan untuk kesekian kalinya Dinda mengumpat. . Sial! Selalu aja kalah cepet sama penelepon lain.
"Oke Aru, punya masalah yang mau dicurhatin?"
"Iya. Gini. Gue tuh punya pacar yang pelitnya tiada tandingan tiada bandingan," ungkap si penelepon.
Dinda mempertajam daya tangkap telinganya. Volume radio diputar hingga posisi tertinggi. Ia tertarik, ada pendengar lain memiliki kasus yang mirip dengan dirinya.
"Tiap kali jalan, nonton, makan dan segala macamnya, cewek gue tuh cuma ngarepin gue mulu. Gue yang selalu ngeluarin biaya untuk kesenangan berdua. Lama-lama gue kan cape. Gue kuatir kalo begini terus, di masa depan gue akan sukses menjadi fakir miskin. Gimana nih? Apa perlu gue bunuh aja dia? Tolong ya? Sebenernya sih gue sayang banget sama dia," curhat si penelepon.
"Gini ya, bro. Kalo elo emang bener sayang, ngapain juga mempermasalahin masalah duit gitu? Kalo cuma jalan, nonton atau makan di restoran, palingan berapa sih? Gak nyampe jutaan kan? Lagian gak mungkin tiap hari? Lain cerita kalo pacar kamu minta dibeliin TV, kulkas atau pulau, nah itu baru matre dan pantas dilempar ke laut. Kalo cuma nraktir makan kamu sudah merasa dirugiin, berarti kamu sendiri dong yang pelit."
"Cinta butuh pengorbanan! Termasuk pengorbanan uang. Masalah siapa yang ngeluarin anggaran itu gak enak banget diomonginnya. Yang pasti, kalo antara kamu dan dia udah bener-bener saling cinta, saling membutuhkan, saling pengertian, aku yakin masalah beginian gak jadi masalah. Harusnya pihak yang mentraktir bangga dong bisa membahagiakan pasangannya. Itu aja sih kalo kata gue."
"Ough... makasih, broer. Pendapat lo emang oks begete!" pungkas si penelepon riang.
Di pihak lain, Dinda juga ketularan riang terinspirasi kisah Aru tadi. Ia gak perlu menelepon radio lagi karena persoalannya telah terjawab. Bener juga kata Julio, cinta butuh pengorbanan. Dan Dinda mulai sadar kalau selama ini gak mau berkorban biaya, cuma ngarepin dari Kanda melulu.
Saatnya berubah! Sekarang juga! Tekad Dinda dalam hati. Kemudian ia kembali memainkan ponselnya menghubungi Kanda.
"Mas, cerah nih. Keluar yuk. gimana? Ntar mampir di warung ikan bakar kesukaan kita itu. Jemput ya? Daa....”Dinda mengakhiri komunikasi selulernya dengan rasa lega tak terlukiskan dengan kanvas. Ia berjanji kali ini ia yang akan bayar segala pengeluaran.
Di tempat lain Kanda merasakan hal yang sama persis. Timbul kesadaran bahwa kebahagian kisah kasih tak akan sempurna tanpa melibatkan isi dompet. Pengen rasanya nelan obat tidur 30 butir sekaligus, saat terbayang bagaimana ia dengan muka tembok cina tidak meluluskan keinginan Dinda yang cuma meminta jus alpukat, justru hanya disuguhi sebotol air tawar!
Betul-betul malu kenapa harus terlalu berkalkulasi dalam masalah cinta. Tapi mulai sekarang ia berjanji akan menebus dosanya. Beruntung sore ini Dinda mengajak ketemuan. Jadi, ia akan langsung mempraktekan perubahan sebagai cowok murah hati. Jangankan cuma ikan bakar, warungnyapun kalau Dinda mau akan Kanda bayarin.
Nggak ada yang tau, kecuali gue yang nulis cerita ini, kalo sebenarnya penelepon bernama Aru di Fresh fm tadi tak lain tak bukan adalah Kanda sendiri. Dia malu kalau menyebutkan nama asli. Lagian udah lazim memalsukan nama di udara seperti itu. Dari nama penyiarnya aja udah palsu. Nama asli yang sesuai akte kelahirannya adalah Rojaliun, tapi saat siaran namanya jadi Julio. Itu kalau siang, kalau malam berubah lagi jadi Julia. Halah!
Acara sudah dimulai sejak sepuluh menit lalu dan line telepon juga telah dibuka. Dinda berkali-kali menghubungi nomor studio radio, tapi selalu keduluan pendengar lain. Ini acara memang cukup bagus ratingnya. Peminatnya sampai ribuan. Gak heran kalau jempol Dinda hampir terkilir mencet telepon tapi tak juga kunjung terkoneksi.
"Fresh fm met sore, dengan siapa dan di mana?" suara sang penyiar.
"Halo Julio. Ini Aru, di Sudirman," jawab penelepon kesekian, dan untuk kesekian kalinya Dinda mengumpat. . Sial! Selalu aja kalah cepet sama penelepon lain.
"Oke Aru, punya masalah yang mau dicurhatin?"
"Iya. Gini. Gue tuh punya pacar yang pelitnya tiada tandingan tiada bandingan," ungkap si penelepon.
Dinda mempertajam daya tangkap telinganya. Volume radio diputar hingga posisi tertinggi. Ia tertarik, ada pendengar lain memiliki kasus yang mirip dengan dirinya.
"Tiap kali jalan, nonton, makan dan segala macamnya, cewek gue tuh cuma ngarepin gue mulu. Gue yang selalu ngeluarin biaya untuk kesenangan berdua. Lama-lama gue kan cape. Gue kuatir kalo begini terus, di masa depan gue akan sukses menjadi fakir miskin. Gimana nih? Apa perlu gue bunuh aja dia? Tolong ya? Sebenernya sih gue sayang banget sama dia," curhat si penelepon.
"Gini ya, bro. Kalo elo emang bener sayang, ngapain juga mempermasalahin masalah duit gitu? Kalo cuma jalan, nonton atau makan di restoran, palingan berapa sih? Gak nyampe jutaan kan? Lagian gak mungkin tiap hari? Lain cerita kalo pacar kamu minta dibeliin TV, kulkas atau pulau, nah itu baru matre dan pantas dilempar ke laut. Kalo cuma nraktir makan kamu sudah merasa dirugiin, berarti kamu sendiri dong yang pelit."
"Cinta butuh pengorbanan! Termasuk pengorbanan uang. Masalah siapa yang ngeluarin anggaran itu gak enak banget diomonginnya. Yang pasti, kalo antara kamu dan dia udah bener-bener saling cinta, saling membutuhkan, saling pengertian, aku yakin masalah beginian gak jadi masalah. Harusnya pihak yang mentraktir bangga dong bisa membahagiakan pasangannya. Itu aja sih kalo kata gue."
"Ough... makasih, broer. Pendapat lo emang oks begete!" pungkas si penelepon riang.
Di pihak lain, Dinda juga ketularan riang terinspirasi kisah Aru tadi. Ia gak perlu menelepon radio lagi karena persoalannya telah terjawab. Bener juga kata Julio, cinta butuh pengorbanan. Dan Dinda mulai sadar kalau selama ini gak mau berkorban biaya, cuma ngarepin dari Kanda melulu.
Saatnya berubah! Sekarang juga! Tekad Dinda dalam hati. Kemudian ia kembali memainkan ponselnya menghubungi Kanda.
"Mas, cerah nih. Keluar yuk. gimana? Ntar mampir di warung ikan bakar kesukaan kita itu. Jemput ya? Daa....”Dinda mengakhiri komunikasi selulernya dengan rasa lega tak terlukiskan dengan kanvas. Ia berjanji kali ini ia yang akan bayar segala pengeluaran.
Di tempat lain Kanda merasakan hal yang sama persis. Timbul kesadaran bahwa kebahagian kisah kasih tak akan sempurna tanpa melibatkan isi dompet. Pengen rasanya nelan obat tidur 30 butir sekaligus, saat terbayang bagaimana ia dengan muka tembok cina tidak meluluskan keinginan Dinda yang cuma meminta jus alpukat, justru hanya disuguhi sebotol air tawar!
Betul-betul malu kenapa harus terlalu berkalkulasi dalam masalah cinta. Tapi mulai sekarang ia berjanji akan menebus dosanya. Beruntung sore ini Dinda mengajak ketemuan. Jadi, ia akan langsung mempraktekan perubahan sebagai cowok murah hati. Jangankan cuma ikan bakar, warungnyapun kalau Dinda mau akan Kanda bayarin.
Nggak ada yang tau, kecuali gue yang nulis cerita ini, kalo sebenarnya penelepon bernama Aru di Fresh fm tadi tak lain tak bukan adalah Kanda sendiri. Dia malu kalau menyebutkan nama asli. Lagian udah lazim memalsukan nama di udara seperti itu. Dari nama penyiarnya aja udah palsu. Nama asli yang sesuai akte kelahirannya adalah Rojaliun, tapi saat siaran namanya jadi Julio. Itu kalau siang, kalau malam berubah lagi jadi Julia. Halah!
****** BERSAMBUNG ********
Tunggu Kelanjutan Ceritanya Minggu Depan ya ........ :)